Tuesday, March 19, 2013

110 Balita Medan Kena Gizi Buruk

CONTOH GIZI BURUK

KASUS gizi buruk di Kota Medan masih tetap ada. Data terbaru tahun 2013, kasus balita yang menderita gizi buruk ada 110 orang. Sedangkan balita yang menderita gizi kurang mencapai 1.417 orang.

“Jadi informasi yang menyatakan di Medan ada 1000 lebih kasus gizi buruk itu tidak benar. Kalau sampai segitu banyak, maka kasusnya sudah KLB (kejadian luar biasa-red),” tegas Kepala Dinas Kesehatan Medan drg Usma Polita Nasution didampingi Kabid Yankes Endang Mardianti dan Kasie Yankes Sondang  G Siagian di Dinkes Medan, Kamis (14/3) pagi.

Menurut Polita, kasus balita gizi buruk sifatnya selalu berubah-ubah. Data di 2012, ada 124 kasus, tapi saat ini yang ditangani 110 orang. Penanganan kasusnya dilakukan secara terintegrasi. Bahkan, tidak hanya ditanggulangi jajaran Dinas Kesehatan Medan tapi juga instansi lain seperti Badan Ketahanan Pangan.

Dinkes sendiri, katanya, menangani kasus gizi buruk maupun gizi kurang dengan seksama. Bahkan petugas di lapangan melakukan sistem jemput bola bagi keluarga yang ada anaknya menderita gizi buruk.

Secara teknis, lanjutnya, setiap ada kasus gizi buruk dan gizi kurang akan ditangani khusus oleh Pusat Pemulihan Gizi (PPG). Dari 80 Puskesmas yang ada di Medan, ada 10 unit yang bisa menangani PPG.  Di sini, ibu dan balita penderita gizi buruk akan ditangani intensif rawat inap selama satu bulan.


Puskesmas yang sudah ada PPGnya yakni, Puskesmas Helvetia, Terjun, Sering, Bromo, Pekan Labuhan dan Medan Deli, Kedai Durian, Padang Bulan, Teladan dan Puskesmas Glugur Darat. Semuanya ditengarai sudah bisa mengatasi penderita gizi buruk yang ada di Kota Medan.


Dijelaskan, Puskesmas lain yang belum ada PPGnya, maka petugas akan merujuk penderita itu ke Puskesmas terdekat yang ada PPGnya. “Di Puskesmas itu, ibu dan anaknya diberi susu dan makanan bergizi selama sebulan. Setelah itu, selama dua bulan lagi ibu dan anaknya masih rawat jalan dengan tetap diberikan susu dan makanan,” ucapnya.

Pemantauan dilakukan selama tiga bulan. Dalam waktu itu, penderita gizi buruk sudah bisa berubah status gizinya. Itu kalau memang murni kasus gizi buruk karena kurangnya asupan gizi. Tetapi, kalau gizi buruknya akibat suatu penyakit penyerta, maka akan kita rujuk ke rumah sakit. Untuk ke rumah sakit pun gratis.

“Jika tak ada Jamkesmas, akan diupayakan melalui Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (JPKMS) dengan surat rekomendasi. Jadi, tidak ada masalah lagi dalam persoalan ini sebenarnya. Sistem penanganannya sudah dilakukan terpadu dan tersistem,” jelas Usma lagi.

Di sisi lain, tambah Usma, petugas Puskesmas tetap menjalankan fungsi lainnya selain penanganan kuratif seperti promotif dan preventif. Petugas tetap memberikan penyuluhan berkelanjutan untuk meningkatkan kesadaran orangtua atau keluarga dalam pentingnya meningkatkan pemahaman tentang gizi di masyarakat.

“Soalnya, masalah gizi buruk ini tidak saja persoalan ekonomi, penyakit dan lingkungan, tapi juga minimnya pemahaman tentang gizi itu sendiri. Kita tidak memungkiri kasusnya tetap ada, tapi sekali lagi, kasusnya itu didapat karena memang petugas kita bekerja di lapangan dan ditangani dengan baik. Lalu kalau karena kurangnya ekonomi, Pemko Medan memiliki program pemberian bantuan beras dari ketahanan pangan, dimana tiap keluarga itu dapat 10-15 Kg beras per bulan,” tegas Usma lagi. (sbr)

Bidvertiser