Tuesday, April 9, 2013

HIV/AIDS Menjalar Ke Gunung Sitoli

PENYAKIT HIV/AIDS kini telah merambah ke kawasan Gunung Sitoli, Nias, bahkan kasusnya itu terus mengalami peningkatan. Hal itu ditegaskan Toton Ebanta Kaban, pendiri Medan Plus yang mendampingi Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA).
HIV/AIDS

PENYAKIT HIV/AIDS kini telah merambah ke kawasan Gunung Sitoli, Nias, bahkan kasusnya itu terus mengalami peningkatan. Hal itu ditegaskan Toton Ebanta Kaban, pendiri Medan Plus yang mendampingi Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA).

“Ini salah satu gambaran awal kalau HIV/AIDS itu sudah ada disana,” katanya, kepada wartawan, Selasa (9/4). 

Namun, untuk kebutuhan obat Antiretroviral (ARV) sebutnya, maka pihak pendamping dari Medan Plus harus mengambilnya ke Medan. 

“Disana ada empat kabupaten, kalau ada satu saja pelayanan ini bisa membantu kabupaten lain. Padahal SDMnya sudah dilatih, hanya tinggal komitmen Pemerintah Kabupaten (Pemkab) saja untuk segera menyiapkan pelayanan yang dibutuhkan. Jangan sekedar wacana saja, jangan ditunda-tunda lagi,” harap Toton.

Begitupun, sambungnya, adanya kekhawatiran ODHA disana statusnya diketahui kalau memeriksakan diri dan mengambil obat ARV di daerahnya sendiri. 

“Mereka tidak mau di tes, stigma masih tinggi disana, masyarakat tidak siap menerima,  padahal perilaku beresiko ada disana,” ujarnya. Dengan permasalahan itu, Toton menilai kalau hal itu merupakan tantangan  dan pekerjaan rumah bagi pemimpin daerah setempat.

seorang pendamping dari Medan Plus, Sri, menuturkan ada 4 orang di Nias atau Gunung Sitoli diantaranya 1 anak-anak dan 3 dewasa yang ODHA. Namun, informasinya dua orang sudah putus obat dan tidak diketahui kenapa, bahkan nomor kontaknya juga hilang.

“Dua orang yang putus obat itu sudah sempat mengkonsumsi ARV selama setahun. Tapi tak tahu kenapa putus obat,” katanya saat mengurus surat rujukan Jamkesda Provinsi Sumut untuk berobat jalan dampingannya  (ODHA) di Dinas Kesehatan Sumut, Selasa (9/4).

Ia juga mengakui untuk pengurusan surat rujukan tersebut memerlukan waktu 6 hari, dimana 3 hari menunggu kiriman surat rujukan dari Nias dan 3 hari untuk mengirimkannya kembali. “Disana juga tidak ada ARV sehingga harus diambil ke Medan dan untuk mengirmkannya kembali memerlukan biaya, yang baru sampai tiga hari,” jelasnya.

Jadi, dirinya khawatir dengan jarak yang jauh dari Medan ke Nias atau Gunung Sitoli, waktu yang diperlukan dan ongkos yang dibutuhkan untuk pengambilan ARV bisa berdampak putusnya obat bagi ODHA. 

Sementara Proyek Manejer Global Fund Dinas Kesehatan Sumut, Andi Ilham mengatakan tahun 2011 sudah diberikan pelatihan kepada petugas di daerah Gunung Sitoli untuk penanganan HIV/AIDS. Namun komitmen daerah yang masih belum optimal.  

“Harapan kita sesudah dilatih tidak ada kendala lagi, karena masalah obat tidak ada masalah, kalau mereka minta obat sudah disiapkan. Tapi belum jalan, belum ada layanan. Kita tidak tau kenapa,” ungkapnya.

Padahal, katanya, permasalahan HIV/AIDS ini instruksi Kemenkes RI dalam MDGs dimana semua Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) harus mendapatkan obat Antiretroviral (ARV). “Provinsi tidak bisa memberi perintah, hanya mengimbau dan mengajak pemerintah daerah untuk komitmen karena otonomi daerah,” ujarnya. (sbr)


Bidvertiser